KALAU
dilihat dari fisiknya mungkin banyak yang menyangka bahwa dia sudah
berusia di atas 60 tahun. Gigi depannya sudah tanggal alias ompong.
Rambutnya sudah menipis dan sebagian besar berwana putih. Hanya kulitnya
saja yang belum keriput layaknya kakek-kakek. Namun setelah ngobrol
lebih jauh, gayanya santai, bicaranya ceplas-ceplos, sesekali
humor-humor segar pun meluncur dari bibirnya.
Haji Kaharudin, ternyata umurnya baru menginjak kepala lima. "Kenapa banyak yang nyangka saya udah
kakek-kakek? Padahal saya baru berumur 54 tahun." gumam Kaharudin. Ia
pun lantas bercerita keadaan fisik tubuhnya yang seperti itu adalah
akibat menggunakan berbagai macam narkoba. Dalam kurun waktu 7 tahun
(1995-2002) kelahiran Pontianak ini kecanduan narkoba, terutama jenis
shabu. Menurutnya efek shabu terhadap tubuh sangat merugikan, mulai dari
rambut rontok, gigi ompong, fisik jadi cepat lemah, otak jadi lemot
(lambat berpikir, Red.), dan yang paling fatal adalah menurunnya gairah seks.
Di
daerah kediamannya, Ternate, tidak ada yang tidak mengenal Kahar - dari
tukang ojek sampai pemilik perusahaan, dari staf pegawai pemerintahan
sampai gubernur. Masyarakat Ternate akrab memanggil beliau dengan nama
Haji Ompong sesuai dengan ciri-ciri fisiknya. Walau begitu, ketenarannya
itu tidak menghalangi pria yang mahir berbagai jenis bahasa daerah ini
untuk berbagi kisah tentang masa kelamnya dulu. "Saya terbuka untuk
menyampaikan apa yang saya alami untuk generasi muda, supaya mereka tuh
tahu bahwa memakai narkoba itu salah. Memang ada gunanya tapi sangat
sedikit." tandas Kahar. Sore itu dengan mengenakan kemeja dan celana
jins santai, Kahar menuturkan kisah hidupnya yang sangat panjang dan
menarik di sebuah hotel di kawasan pusat Jakarta, saat ia berkunjung ke
ibukota.
Menggelontorkan Granat
Untuk
urusan nakal, kata Kahar, telah dimilikinya sejak kecil saat duduk di
Sekolah Rakyat (SR). Waktu itu ia sering berkelahi. Bak seorang
pahlawan, dirinya sering membela teman-temannya. "Teman saya yang
berkelahi, saya yang maju. Main golok dan segala macam juga saya
layani," ucap Kahar bersemangat.
Ketika
masuk SMA, kenakalannya pun makin menjadi, dari iseng-isengan,
berkelahi, mencuri, dan mabuk-mabukan. Pernah suatu waktu Kahar memiliki
sebuah granat. Karena sifat isengnya yang kelewat besar, ketika
teman-temannya sedang main basket dengan sengaja ia menggelontorkan
granat ke lapangan tersebut. Sontak teman-temannya langsung berhamburan.
Ketika
SMA, jarak antara sekolah dan rumahnya sangat jauh. Karena itu, Kahar
sering menginap di rumah teman-temannya. "Rumah di Cimahi, sekolah di
Bandung, kira-kira dua belas kilometer jaraknya. Dulu belum ada
mobil-mobil. Jadi saya harus jalan dan naik truk pasir yang lewat. Kalau
kemalaman, yah mending
nginep di rumah teman. Saya juga sering nginep di rumah teman saya yang wanita, dulu saya sering tidur di rumah mamahnya Rina Gunawan." kenang Kahar.
nginep di rumah teman. Saya juga sering nginep di rumah teman saya yang wanita, dulu saya sering tidur di rumah mamahnya Rina Gunawan." kenang Kahar.
Pada
masa SMA ini pula ia mulai mengenal jenis-jenis narkoba. Namun, ganja
yang diakui paling dikenalnya. Di tempat bergaulnya, yakni tempat
berkumpul banyak remaja nekat dan nakal, ia jadi sering ngeganja. "Mengganja dulu bukan untuk nyandu,
tapi untuk senang-senang saja. Kalau saya bawa ganja bukan selinting
dua linting tapi satu tas tentara. Saya tanam di Batujajar dan Cimahi
dulu. Cuman saya sendiri jarang ngerokok karena saya dulu pelari." tuturnya sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
Ranking Se-Asia
"Saya inikan gila di sini (Jakarta, Red.). Siapa yang gak tau saya, penyanyi seperti Dedi Dores aja anak buah saya kok. Saya memang pemakai berat, mungkin di Jakarta ini gak ada yang nandingin,
bahkan kalau ada ranking mungkin saya termasuk ranking untuk pemakai
narkoba se-Asia," ujar anak kedua dari empat bersaudara ini menggebu.
Kenangan Kahar kembali ke tahun 1995, saat usai menunaikan ibadah haji
sekaligus harus berpisah dengan istrinya. Kehidupan bebas ala pelaut
rupanya tidak bisa diterima oleh sang istri sehingga ketika Kahar sedang
berpesta di sebuah diskotik dengan ditemani seorang wanita, istrinya
datang mendamprat Kahar dan perempuan tersebut dengan kata-kata kasar
dan sumpah serapah. Merasa sakit hati, Kahar mendatangi sang istri dan
berkata, "Mulai hari ini kamu bukan istri saya lagi!" Ia juga mengatakan
akan mengawini perempuan diskotik yang didamprat tersebut hanya untuk
membuat sang istri sakit hati.
Setelah
bercerai, Kahar keluar dari tempat tinggalnya di kawasan Kemang Pratama
dan menyewa sebuah kamar berukuran kecil di daerah Kemayoran. "Banyak
teman-teman saya yang nanya kok mau nyiksa diri dari
istana pindah ke gubuk. Saya keluar rumah memang hanya membawa badan.
Rumah saya di kawasan Kemang Pratama yang saya beli seharga 1M, saya
tinggalin!" tegas pria yang memiliki hobi memancing di empang ini.
Lingkungan tempat tinggal barunya ternyata tidak seramah dan senyaman
tempat tinggalnya dulu. "Di Kemayoran itu dulu sarangnya narkoba. Tempat
bandar paling besar di Jakarta. Barang apa aja ada di situ.
Kegilaan saya mulai pada saat itu karena dikelilingi oleh
perempuan-perempuan nakal dan kehidupan malam di situlah saya mengenal
shabu," papar Kahar sembari menambahkan bahwa di situ ia hanya bertahan
sampai empat bulan dan kemudian pindah menyewa sebuah rumah berukuran
besar yang masih terletak di kawasan Kemayoran.
Di dalam rumah tersebut Kahar membeli alat-alat band dan membuat studio rekaman. "Dedy Dores saya rekrut. Saya bikin band namanya Baruna Grup. Bikin sinetron juga. Punya rekaman juga." tutur Kahar.
16 Juta Seminggu
Menurut Kahar, kecanduannya akan shabu bukan atas bujukan orang lain
tapi karena kemauannya sendiri. Namun tidak ia pungkiri memang
pergaulan mempengaruhi mengapa ia memakai shabu. Setelah mencoba shabu
Kahar merasakan sensasi senang, takut, gembira yang luar biasa -
tergantung dari perasaan kita sebelum memakai barang haram tersebut.
"Kalau kita lagi senang trus
make shabu, fly-nya lebih senang. Kalau takut jadinya malah parno dan sangat ketakutan. Kalau sudah begitu bisa nekat loncat dari ketinggian, lari sekencang mungkin. Binatang harimau yang larinya kencang, orang yang nyabu masih lebih kencang larinya dari harimau. Jadi shabu waktu itu cocok dengan kondisi saya. Hanya shabu yang bisa dipakai untuk ketenangan dan bisa dipake sendiri gak usah bareng-bareng. Karena saya kalau nyabu tidak pernah ngajak atau ngebujuk teman untuk ikut make." ujar ayah dari satu putra ini.
make shabu, fly-nya lebih senang. Kalau takut jadinya malah parno dan sangat ketakutan. Kalau sudah begitu bisa nekat loncat dari ketinggian, lari sekencang mungkin. Binatang harimau yang larinya kencang, orang yang nyabu masih lebih kencang larinya dari harimau. Jadi shabu waktu itu cocok dengan kondisi saya. Hanya shabu yang bisa dipakai untuk ketenangan dan bisa dipake sendiri gak usah bareng-bareng. Karena saya kalau nyabu tidak pernah ngajak atau ngebujuk teman untuk ikut make." ujar ayah dari satu putra ini.
Pada kurun waktu 1995 sampai 1999, rezeki yang diterima Kahar sangat
berlimpah. Semua yang ia lakukan bisa menghasilkan duit, bahkan sampai
mengekspor barang ke luar negeri. Mobil limosin dan mobil build up lainnya
memenuhi garasi rumah. Cincin dan batu-batu seharga ratusan juta
terpasang di jarinya. Disokong dengan dana yang tak terbatas, membuat
kecanduannya semakin menggila. Narkoba seperti inex, ekstasi ia beli
dalam jumlah besar dan selalu tersedia seperti kacang goreng di
rumahnya. Shabu yang sudah seperti makanan pokok untuk Kahar, tentu
tidak ketinggalan. Dalam seminggu ia bisa menghabiskan Rp 16 juta untuk
membeli shabu. "Dulu satu ons itu 16-an juta. Paling itu bisa bertahan
sampai seminggu, malah gak
sampe mungkin." kata Kahar.
sampe mungkin." kata Kahar.
Dalam kurun waktu tersebut Kahar tetap melaksanakan tugasnya di
kantor yakni di Barito sebagai kepala perkapalan. Lama-kelamaan
produktifitasnya menurun, Kahar bahkan hanya mampu mengandalkan anak
buahnya untuk bekerja. Pernah pada saat ia sedang rapat dengan bos-bos
perusahaannya dari Korea ia tertidur sampai rapat berakhir.
"Bangun-bangun badan saya sudah diselimuti dan ruangan sudah sepi."
kenang Kahar.
Tidak Makan Berhari-hari
Efek
jahat shabu pada tubuhnya sudah mulai parah. Badannya seakan tidak
punya tenaga untuk beraktifitas, ia bisa menghabiskan sehari penuh untuk
tidur sehingga kerjaannya pun terbengkalai. Badannya kurus karena tidak
ingat makan, otaknya lemah. Bahkan karena saking seringnya tertidur ia
sudah lupa akan waktu dan hari. Akibatnya Kahar jadi bulan-bulanan
penipuan oleh teman dan anak buahnya. Barang-barang di rumahnya ia jual
dengan harga murah tanpa sadar. Mobil limosinnya hanya dijual dengan
harga 100 juta, itupun baru diketahui ketika satu hari ia ingin keluar
rumah. Seperti biasa supirnya pasti bertanya ingin menggunakan mobil
yang mana, spontan ia jawab mobil limosin. Namun supirnya berkata bahwa
mobil itu sudah dijualnya tadi malam dengan harga 100 juta. Ketika
bertaruh dalam pertandingan sepak bola pun Kahar selalu mengalami
penipuan. Ia selalu bertaruh untuk pertandingan yang sebenarnya sudah
selesai dan hasilnya sudah ada. Sekali bertaruh ia bisa kalah sampai 50
juta.
Saking seringnya
mengalami penipuan, lama-kelamaan akhirnya Kahar bangkrut juga. Untuk
memenuhi kebutuhannya akan shabu ia terpaksa menjual barang-barang
berharga yang tersisa. Cincin dan batu seharga ratusan juta ia jual
dengan harga jutaan saja. Mobil-mobil koleksinya satu persatu hijrah
dari garasi. Namun sampai semua barangnya sudah habispun kecanduan Kahar
akan shabu belum berhenti juga. Kahar bahkan sampai tidak makan
berhari-hari karena tidak punya uang. Teman-temannya yang dulu baik,
kabur dan menjauh. Hanya segelintir orang saja yang kadang masih ingat
kepadanya dan mau memberi ia makan.
Puncaknya
ketika bulan Mei 1999, Kahar keluar dari tempatnya bekerja. Lebih
tragis lagi ia harus menerima kenyataan ditinggal pergi ibunda tercinta
untuk selamanya. Harta terakhir yang ia miliki yaitu sejumlah uang dalam
rupiah dan dolar raib diambil di bandara ketika Kahar ingin menghadiri
pemakaman ibunya.
Bertemu Dewi Penolong
"Hidup saya sudah pasrah, mau makan atau tidak kek
terserah," kenang Kahar pada saat kecanduannya akan narkoba masih
merongrong walaupun harta ludes tak tersisa. Teman dan keluarga menjauh.
Tak disangka ternyata salah satu keponakannya yang menjadi dokter mau
berkunjung. Saat itu sang ponakan membawa serta temannya yang juga
seorang dokter bernama dr. Rosidah HS. Kesan pertama bertemu dengan
Rosidah sudah membuatnya ingin memukul wajah gadis yang sebenarnya
berparas cantik tersebut, sebab shabu miliknya dirampas dan dibuang oleh
Rosidah.
"Waktu saya lagi ngobrol
sama keponakan saya, dia buang semua shabu saya. Saya marah sekali,
rasanya saya mau tempeleng dia. Tapi dia dengan entengnya malah berkata
saya yakin kok kamu bisa jadi suami saya. Asal kamu berhenti memakai
shabu saya bersedia dikawini sama kamu. Saya bilang, kamu gila? Karena
dengan kondisi saya yang sudah parah, badan kurus, mata keluar, rambut
rontok. Siapa yang mau sama saya?" ucap Kahar akan kesannya ketika
bertemu pertama kali dengan Rosidah.
Namun ternyata omongan itu tidak main-main. dr. Rosidah membuktikan
bahwa ia memang menyayangi Kahar dan benar-benar ingin melihatnya sembuh
dari kecanduan shabu. Akhirnya bulan Juli tahun 2000, Kahar menikah
dengan dr. Rosidah yang ternyata masih adik sepupu dari seorang petinggi
di Polda Metro Jaya. Perbedaan umur 15 tahun tidak menjadi penghalang.
Meski saat melamar, orang tua gadis bertanya padanya "Om, mana calon
mempelai prianya? Saya jawab, saya sendiri. Kaget bukan kepalang mertua
saya." cerita Kahar. Banyak teman-teman Kahar yang tidak percaya kalau
ia bisa menikah dengan gadis cantik, kaya, dan berprofesi dokter. "Teman
saya pada bingung gimana bisa? Kamu aja bingung apalagi saya." ucap Kahar sambil tertawa lepas.
Dikurung 3 Bulan
Kahar
mengakui kalau istrinya memang sosok yang paling berperan dalam proses
pemulihannya. Tapi dengan sedikit berkelakar, ia menyatakan alasan utama
adalah karena sebetulnya uangnya sudah habis. "Kalau uang saya masih
ada mungkin saya masih make walaupun saya ketemu dia." ucapnya.
Kahar sempat dikurung oleh sang istri selama tiga bulan dalam kamar
yang terisolasi. Selama dalam masa kurungan itu yang ia kerjakan hanya
tidur menunggu istrinya pulang. Efek shabu menjadikan emosi Kahar sangat
labil, persoalan kecil saja bisa membuat ia dan istri bertengkar. Namun
dengan sabar dr. Rosidah terus berusaha merawat Kahar.
Setelah sekian lama dijaga oleh sang istri, berangsur-angsur kondisi
kesehatan Kahar mulai pulih. Tekadnya untuk sembuh sudah bulat. Ia tahu
betapa sulitnya untuk berhenti dari kecanduan shabu dan ia tidak ingin
mengulangi kebodohannya untuk kedua kali. "Saya sadar bahwa untuk sembuh
itu susahnya bukan main. Yang saya rasakan ketika penyembuhan itu
udaranya panas sekali. Sampai-sampai kalau malam, saya tidurnya di bak
kamar mandi berendam dengan air." ucap Kahar sambil menerawang.
Karena
itu ia berpikir untuk pindah dari Jakarta ke Ternate dengan pemikiran
di daerah pasti shabu susah didapat. Sang istri pun mendukung keinginan
suaminya untuk pindah walau harus pindah dari rumah sakit tempat
kerjanya di Jakarta. Di Ternate, kebaikan dan kedermawanannya sangat
terkenal. Di tempat itu pula perlahan-lahan Kahar mulai membangun lagi
kehidupannya bersama istri dan anaknya Sy. Ade Baruna Alqadrie yang
masih kecil. Kehidupan ekonominya berangsur pulih walaupun tidak sejaya
dahulu. Teman-temannya sudah mulai percaya kepada Kahar ketika
mengetahui dirinya sudah pulih dari kecanduan shabu. Proyek-proyekpun
mulai diberikan kepada Kahar. Menurut Kahar saat ini ia masih bekerja di
bidang yang berhubungan dengan perkapalan, dan mulai merambah ke bidang
pertambangan.
Saat ini ia sudah
banyak menyadarkan orang di Ternate, terutama kaum muda. "Dengan cerita
saya ini, saya ingin pembaca SADAR jangan pernah coba-coba pakai
narkoba. Untuk yang masih make, sebenarnya harga diri mereka
akan hilang karena jadi bodoh, lebih bodoh dari binatang.
Sebodoh-bodohnya binatang lebih bodoh lagi orang yang make
shabu. Kedua, mereka tidak menyadari akibatnya nanti. Syukur kalau dia
mati, tapi kalau tidak? Bisa gila. Seperti saya ini sudah mengalami
akibatnya." tandasnya mantap sebelum menutup pembicaraan. (DIM)
No comments:
Post a Comment